Langit menyembunyikan sang surya di balik tirai
kelabunya yang tebal. Seolah mereka ikut merasakan betapa sakitnya hati ini
tertusuk duri. Rintik-rintik kecil turun perlahan membasahi seluruh isi jagat
raya seolah ingin mencurahkan seluruh amarahnya. Perlahan amarahnya reda dan
sang surya mulai menghangatkan seluruh jagat raya.Tujuh bidadari-pun mulai
nampak di angkasa dengan kegirangannya. Angin menari-nari menyejukkan suasana
pagi yang tertunda. Begitu cepat jarum berputar,begitu indah kenangan yang lalu.
Kenangan yang hanya menyisakan duka yang mendalam. Bahkan dalamnya lautan
melebihi dalamnya dukaku karenanya. Perlahan mereka jatuh membasahi pipi saat
ku kenang semua itu. Ku tak pernah menyangka jika akhirnya seperti ini. Ku tak
pernah tahu jika janji yang dia ucap tak sama dengan realita. Dan aku tak
pernah tahu sandiwara apa yang dia mainkan. Yang ku tahu hanyalah
dia....dia....dan dia... yang selalu mencintaiku.
Tetapi ternyata dia PHP (Pemberi Harapan Palsu). Cinta
memang telah merobohkan pendirianku,menghancurkan hidupku bahkan merusak diriku
dan juga mengecewakan kedua orangtuaku. Dari sinilah aku mulai sadar bahwa
cinta itu pembawa petaka bagi siapapun yang belum bisa mengartikan apa itu
cinta,apa itu pengorbanan dan apa itu kasih sayang. Selama ini cinta telah
menutupi mataku hingga aku tak dapat melihat sandiwara yang dia mainkan. Namun aku tak pernah menyesal dengan
semua yang pernah ku lakukan karena aku jadikan kesalahanku itu sebagai
pelajaran untuk aku lebih maju.
Hari
pun semakin gelap dan mencekam. Tapi dukaku belum juga hilang. Kring....kring...kring....bunyi
handphone mengagetkan ku. Ternyata kak Nia yang telfon.
“Hallo,assalamu’alaikum..”
(jawab Ningsih sambil bersedih)
“Walaikum
salam,adek lagi apa ?” (Kata Nia)
“Lagi...”(jawab
Ningsih sambil melamun)
“Dek,kamu
kenapa sih ? jawab pertanyaan kakak kok lama banget !!!!” (tanya Nia penasaran)
“Gak apa-apa
kok kak,Ningsih Cuma lagi sedih aja.” (mengusap air matanya)
“Sedih kenapa
sayang?” (tanya Nia lagi)
“Kak,aku itu
selalu kepikiran sama mantan aku apalagi dia itu selalu buat aku kangen sama
dia.”(kata Ningsih sambil nangis)
“Ningsih....kamu
itu harus sholat malam,biar hati dan pikiran kamu tenang. Kalau bisa kamu
jangan mikirin cowok dulu,yang terpenting itu sekolah kamu sayang.” (nasehat
Nia)
“Tapi
kak....aku itu sayang sama dia.”(membantah)
“Iya...kakak
tahu itu Ningsih,tapi kamu itu harus cuek sama dia biar perasaan kamu bisa
terhapus.” (nasehat kakaknya lagi)
“Ningsih akan
coba kak,kakak temenin Ningsih ya.?”(pinta Nia)
“Iya sayang,sudah
dulu ya dek. Kakak mau kerja dulu. Kalau ada apa-apa sms kakak. Ok !!!
Assalamu’alaikum.” (mengakhiri telfonnya)
“Walaikum
salam.”
Tuuuuttt...tutttt....tutt
Telfonnya pun terputus.
Setelah
beberapa jam aku termenung meresapi apa yang dikatakan kak Nia, akupun menangis
saat aku teringat perkataan mantanku.
“Aku
nggak akan pernah ninggalin kamu sayang..aku sayang kamu. I LOVE U.”
Begitulah
perkataannya saat dia masih bersamaku. Namun aku mengingat apa yang dikatakan
kak Nia, kalau aku harus cuek sama mantanku supaya aku bisa menghapus
perasaanku ke dia. Tak ada salahnya jika aku mencobanya, meskipun itu berat.
Hari-hari aku lewati tanpa dia,tanpa orang yang kusayang. Kewajibanku-pun tak
ku tinggalkan, aku menghadapnya, curhat dengannya dan sering pipi ini basah.
Setiap
malam aku menulis sebuah buku diary yang hampir semuanya isinya tentang dia.
Akhirnya aku menyadari bahwa selama ini aku hanya dijadikan sebuah boneka,
boneka yang selalu dimainkan sesuka hatinya yang bisa dibuang kapanpun dia mau.
Kring....kring....kring....handphoneku lagi-lagi mengagetkanku.
“Hallo...
assalamu’alaikum..”(jawab Ningsih)
“Walaikum
salam,gimana dek, udah bisa lupain dia belum ?” (tanya kak Nia)
“Alhamdulillah
kak..aku udah bisa lupain dia. Ini semua berkat kakak yang selalu nasehatin
aku. Terima kasih ya kak.” (jawab Ningsih)
“Iya
adek...sama-sama.” (jawab kak Nia)
“Ehem-ehem...aku
nggak dianggap ni.”(kata kak Awan)
“Hmmmm,kasihan...hehehe”(kata
Ningsih & kak Nia)
“Ya
udah ya kak, kakak ngobrol aja sama kak Awan,Ningsih mau tidur dulu ya.” (kata
Ningsih)
“Rama
pulang lo.” (kata kak Awan)
“Ku
nggak peduli lagi kak, dia mau pulang atau enggak. Assalamu’alaikum”(kata
Ningsih sedih)
“Walaikum....
Tutt...tuttt...tutt...belum
sempat dijawab mereka, telfon sudah dimatikan oleh Ningsih.
Akupun
tak bisa tidur nyenyak, aku masih teringat perkataan kak Awan yang bilang kalau
Rama pulang. Apa tandanya....aku masih menyimpan rasa ke dia ya..???.